“ Kisah Hidayah ALLAH dgn ujian penyakitnya “
Ini adalah kisah yang patut dijadikan pelajaran zaman. Kisah seorang
wanita bernama, Laila al-Hulw yang sebelumnya tidak penah mengingat
Allah dan lupa kepada-Nya. Suatu ketika, ia diberi cobaan dengan
penyakit yang menakutkan dan menjijikkan sekaligus mematikan. Barulah
setelah itu, ia tersadar dan menyadari bahwa hanya Allah lah tempat
berlindung dan memohon. Dia lah Yang
Maha Kuasa atas segala sesuatu dan Yang Maha menyembuhkan. Kemudian ia
habiskan waktunya untuk mendekatkan diri kepada-Nya di rumah-Nya,
Baitullah al-Haram dan di sanalah terjadi kejadian aneh yang akhirnya
merubah kehidupannya secara total.
Untuk lebih jelasnya, marilah kita simak penuturannya:
Sudah 9 tahun aku mengidap penyakit yang sangat mengerikan sekali,
yaitu penyakit kanker. Semua orang pasti tahu bahwa nama ini sangat
menakutkan. Di negeriku, Maroko, orang tidak menyebutnya penyakit
as-Sarathan (kanker) tetapi disebut ‘momok’ (al-Ghawl) alias ‘penyakit
kotor (al-Maradl al-Khabits).’
Penyakit ini mengenai bagian
payudaraku. Sebelumnya, tingkat keimananku kepada Allah sangatlah lemah;
aku lalai dari mengingat Allah. Aku mengira bahwa kecantikan seseorang
akan abadi selama hidupnya dan masa muda dan kesehatannya juga demikian.
Aku sama sekali tidak mengira akan menderita penyakit yang amat
berbahaya, kanker. Namun setelah aku benar-benar menderita penyakit ini,
jiwaku menjadi sangat guncang. Aku berpikir bagaimana bisa menghindar
darinya tetapi hendak kemana? Sementara penyakitku ini akan selalu
bersamaku di mana pun aku berada. Aku juga pernah berpikir untuk bunuh
diri namun aku masih mencintai suami dan anak-anakku. Aku sama sekali
tidak pernah berpikir bahwa Allah akan menyiksaku bilamana aku jadi
bunuh diri –sebagaimana yang aku jelaskan tadi- sebab aku orang yang
lalai dari mengingat Allah.
Rupanya, melalui penyakit ini Allah
ingin memberikan hidayah kepadaku dan melalui perantaraanku pula, Dia
memberikan hidayah kepada banyak orang. Setelah itu, mulai semua urusan
berkembang.
Ketika menderita penyakit tersebut, aku bersama
suamiku pergi ke Belgia untuk berobat dan di sana aku mendatangi
beberapa orang dokter terkenal namun mereka semua hampir sepakat
mengatakan kepada suamiku bahwa payudaraku harus dihilangkan.
Tidak sebatas itu, aku juga harus menggunakan obat-obat dengan dosis
tinggi di mana efek sampingnya dapat merontokkan rambut, melenyapkan
bulu mata, kedua alis mata, menumbuhkan seperti jenggot di atas wajah
bahkan merontokkan juga kuku dan gigi. Karena itu, aku menolaknya sama
sekali seraya berkata, “Aku lebih baik mati dengan tetap memiliki
payudara dan rambut serta semua apa yang diciptakan Allah untukku dari
pada harus cacat. Lalu aku meminta kepada para dokter agar membuat resep
pengobatan ringan untukku dan mereka pun mengabulkannya.
Kemudian aku kembali ke negeriku, Maroko dan aku gunakanlah obat yang
diberikan para dokter tersebut. Ternyata obat itu tidak memiliki efek
samping apa pun dan ini membuatku senang. Aku berkata pada diriku,
“Barangkali saja para dokter itu salah dalam mendiagnosa dan aku
sebenarnya tidak menderita penyakit kanker itu.”
Akan tetapi,
setelah kira-kira enam bulan kemudian, aku mulai merasakan susutnya
berat badanku, warna kulitku banyak berubah dan merasakan berbagai
keluhan sakit. Yah, sakit yang selalu bersamaku. Lalu dokter pribadi
kami di Maroko menyarankanku agar pergi ke Belgia, maka aku pun
berangkat ke sana bersama suami.
Di sanalah, seakan bencana itu
benar-benar tiba. Para dokter malah berkata kepada suamiku,
“Penyakitnya sudah menyerang seluruh tubuhnya, termasuk kedua
paru-paru.” Mereka menyatakan tidak memiliki resep apa pun yang dapat
menyembuhkan kondisi yang aku alami tersebut. Kemudian mereka berkata
kepada suamiku, “Sebaiknya, anda bawa kembali isterimu ini ke negerimu
hingga ia menemui ajalnya di sana.”
Suamiku kaget alang
kepalang mendengar pernyataan itu dan tidak mudah percaya begitu saja
dengan ucapan mereka. Karena itu, kami bukannya pulang ke Maroko seperti
yang disarankan tetapi malah ke Perancis. Kami mengira bahwa pasti ada
pengobatan yang dapat menyembuhkan penyakitku itu. Namun, kami tidak
mendapatkan apa-apa sehingga akhirnya kami sangat ingin sekali untuk
meminta tolong kepada seseorang di sana agar aku dimasukkan ke rumah
sakit untuk menghilangkan payudaraku dan menggunakan obat-obat berdosis
tinggi itu.
Akan tetapi, suamiku rupanya ingat sesuatu yang
selama ini kami lupakan bahkan sepanjang hidup kami. Allah telah
memberikan ilham kepada suamiku agar kami berziarah ke Baitullah
al-Haram di Mekkah. Kami harus berdiri di hadapan-Nya guna memohon
disembuhkan dari penyakit yang aku derita ini. Kami pun melakuan hal
itu.
Kami berangkat dari Paris seraya bertahlil dan bertakbir.
Aku sangat gembira sekali karena untuk pertama kalinya memasuki
Baitullah al-Haram dan melihat Ka’bah yang dimuliakan. Di sebuah toko di
kota Paris, aku membeli sebuah mushaf dan setelah itu, kami berangkat
menuju Mekkah al-Mukarramah.
Akhirnya, kami sampai juga di
Baitullah al-Haram. Tatkala sudah masuk dan melihat Ka’bah, aku banyak
menangis karena menyesali atas perbuatanku yang telah lalu. Aku sudah
tidak pernah melakukan berbagai kewajiban yang diperintahkan Allah;
shalat, puasa, kekhusyu’an dan pasrah diri kepada-Nya.
Aku
berkata, “Wahai Rabb, pengobatan terhadap penyakitku sudah membuat tak
berdaya para dokter. Sedangkan penyakit itu berasal dari-Mu dan Engkau
pulalah Yang Memiliki obatnya. Semua pintu telah tertutup di hadapanku,
yang tinggal hanyalah pintu-Mu saja. Karena itu, janganlah Engkau kunci
pintu-Mu dati hadapanku.”
Aku pun melakukan thawaf di Ka’bah
dan banyak memohon kepada-Nya agar Dia tidak menyia-nyiakan harapanku
dan tidak menghinakanku serta dapat membuat tercengang para dokter yang
telah memvonisku.
Seperti yang telah aku katakan tadi, dulu aku
orang yang lalai dari mengingat Allah dan jahil terhadap agama-Nya.
Karena itu, aku mendatangi beberapa ulama dan syaikh yang berada di sana
seraya meminta mereka menunjukiku buku dan doa yang mudah dan ringkas
untuk aku jadikan pegangan. Lalu mereka menasehatiku agar banyak-banyak
membaca al-Qur’an dan meminum air zam-zam sepuas-puasnya. Mereka juga
menasehatiku agar memperbanyak berdzikir kepada Allah dan membaca
shalawat kepada Rasulullah SAW.
Berada di Baitullah, aku
merasakan ketenangan jiwa yang luar biasa. Karena itu, aku minta izin
kepada suamiku untuk tetap tinggal di al-Haram dan tidak pulang ke
hotel. Dia pun mengizinkanku.
Di al-Haram kebetulan ada
beberapa saudariku seiman dari Mesir dan Turki yang menjadi tetanggaku
duduk-duduk. Mereka sering melihatku sedang menangis lalu bertanya
perihal sebab aku menangis. Aku menjawab, “Karena aku sudah sampai di
Baitullah padahal aku tidak mengira akan demikian mencintainya seperti
sekarang ini. Kedua, karena aku mengidap kanker.”
Lalu mereka
menemaniku dan tidak ingin berpisah. Aku beritahukan kepada mereka bahwa
aku berniat I’tikaf di rumah Allah ini. Maka, mereka pun memberitahu
kepada suami-suami masing-masing untuk meminta izin tinggal bersamaku.
Kami tidak pernah memejamka mata, tidak makan kecuali hanya sedikit.
Kami hanya banyak minum air zam-zam sebab di dalam hadits, Nabi SAW,
bersabda, “Air zam-zam itu sesuai dengan (tujuan/niat) meminumnya.”
(Hadits Shahih, HR.Ibn Majah dan lainnya) Meminumnya karena niat agar
disembuhkan, maka Allah akan menyembuhkan anda, meminumnya karena niat
agar hilang dahaga, maka Allah akan menghilangkan dahaga anda dan
meminumnya karena niat agar berlindung kepada Allah, maka Dia akan
melindungi anda.
Benar, Allah telah menghilangkan rasa lapar
kami dan kami terus melakukan thawaf. Kami melakukan shalat dua raka’at,
lalu mengulangi thawaf lagi. Kami meminum air zam-zam dan memperbanyak
bacaan al-Qur’an. Demikianlah, siang dan malam, kami hanya sedikit
tidur. Ketika aku sampai di Baitullah, tubuhku kurus sekali, pada
sebagian tubuhku bagian atas banyak sekali tumbuh bintik-bintik dan
benjolan-benjolan yang menandakan bahwa kanker telah menyerang seluruh
anggota badanku bagian atas. Mereka menasehatiku agar membasuh separuh
tubuhku bagian atas dengan air zam-zam akan tetapi aku takut bila
menyentuh benjolan-benjolan dan bintik-bintik itu, aku akan teringat
sakit lantas membuatku terlena dari berdzikir dan beribadah kepada
Allah. Aku pun membasuhnya tetapi tanpa menyentuh tubuhku.
Pada
hari ke-lima, teman-temanku itu memaksaku agar menyapu seluruh tubuhku
dengan sedikit air zam-zam. Pada mulanya, aku menolak tetapi tiba-tiba
aku merasa mendapatkan kekuatan yang mendorongku untuk mengambil sedikit
air zam-zam lalu menyapunya ke tubuhku. Saat pertama kali, aku merasa
cemas, kemudian aku merasakan ada kekuatan lagi, tetapi masih ragu-ragu
namun ketika untuk kali ketiganya tanpa terasa aku memegang tanganku
lalu menyapu air zam-zam ke tubuh dan payudaraku yang mengeluarkan
darah, nanah dan bintik-bintik. Di sinilah, terjadi sesuatu yang tidak
pernah aku sangka-sangka. Rupanya, semua bintik-bintik itu lenyap
seketika dan aku tidak menemukan sesuatu pun di tubuhkku, tidak rasa
sakit, darah atau pun nanah.!!
Pada awal mulanya, aku
betul-betul kaget. Karenanya, aku masukkan kembali kedua tanganku ke
dalam bajuku untuk mencari penyakit yang dulu bersarang di tubuhku,
namun aku tidak mendapatkan sedikit pun benjolan-benjolan itu. Bulu
kudukku merinding saking kagetnya, akan tetapi barulah aku teringat
bahwa Allah Ta’ala Maha Kuasa atas segala sesuatu. Lalu aku meminta
salah seorang temanku untuk menyentuh tubuhku dan mencari bintik-bintik
dan benjolan-benjolan, barangkali saja ada. Tiba-tiba mereka berterik
tanpa sadar, “Allahu Akbar, Allahu Akbar.!”
Tak berapa lama
setelah itu, aku tidak kuasa lagi untuk segera pulang dan memberitahukan
perihal tersebut kepada suamiku. Aku memasuki hotel tempat kami
menginap, dan begitu sudah berdiri di hadapan matanya, aku robek bajuku
seraya berkata, “Lihatlah rahmat Allah.!” Kemudian aku memberitahukan
kepadanya apa yang telah terjadi tetapi ia tidak percaya. Ia menangis
dan berteriak dengan suara kencang, “Tahukah kamu bahwa para dokter
tempo hari telah bersumpah atas kematianmu setelah tiga minggu saja.?”
Lalu aku berkata, “Sesungguhnya ajal itu di tangan Allah Ta’ala dan
tidak ada yang mengetahui hal yang ghaib selain Allah.”
Setelah
itu, kami tinggal di Baitullah selama seminggu penuh. Selama masa-masa
itu, aku tidak putus untuk memuji dan bersyukur kepada-Nya atas
nikmat-nikmat-Nya yang demikian tidak terhingga. Kemudian kam
mengunjungi masjid nabawi untuk melakukan shalat dan berziarah kepada
Rasulullah SAW, lalu setelah itu kembali ke Perancis.
Di sana,
para dokter tampak benar-benar kaget dan bingung alang kepalang melihat
kejadian aneh yang menimpaku. Mereka antusias bertanya, “Apakah benar
anda ini si ibu tempo hari yang pernah datang kemari.?” Lalu dengan
penuh rasa bangga, aku tegaskan kepada mereka, “Ya, benar dan si fulan
itu adalah suamiku. Aku telah kembali kepada Rabbku dan aku tidak akan
pernah takut lagi kepada siapa pun selain Allah. Semua takdir berada di
tangan-Nya dan segala urusan adalah milik-Nya.”
Mereka bertanya,
“Sesungguhnya, kondisimu ini merupakan sesuatu yang sangat aneh sekali
sebab benjolan-benjolan itu sudah hilang sama sekali. Izinkan kami untuk
mengadakan pemeriksaan sekali lagi.”
Mereka kembali
memeriksaku namun tidak mendapatkan sesuatu pun. Sebelumnya, gara-gara
benjolan-benjolan itu, aku sama sekali sulit untuk bernafas akan tetapi
ketika sampai di Baitullah al-Haram dan aku meminta kesembuhan hanya
kepada-Nya, maka sesak nafas itu pun hilang.
Setelah peristiwa
aneh itu, aku bergiat mencari tahu mengenai riwayat hidup Nabi Muhammad
SAW, riwayat hidup para shahabatnya dan aku banyak menangis. Aku
menangisi masa laluku karena sudah sekian lama melewatkan waktu dengan
sia-sia dan tidak dapat mengecap rasa cinta kepada Allah dan Rasul-Nya.
Aku menyesali hari-hari yang telah aku sia-siakan dan membuatku jauh
dari-Nya itu. Aku memohon kepada Allah agar menerima amalanku dan
menerima taubatku, suamiku dan seluruh kaum Muslimin.